Minggu, 19 Juni 2011

BAKTERI PATOGEN PADA PANGAN (Campylobacter jejuni)

I. PENDAHULUAN

Makanan termasuk kebutuhan dasar terpenting dan sangat esensial dalam kehidupan manusia. Jaminan akan keamanan pangan merupakan hak asasi konsumen. Keracunan makanan yang terjadi di masyarakat seringkali menelan korban jiwa. Kita perlu mewaspadai makanan yang mengandung bakteri patogen dan zat-zat beracun yang dijual dan beredar di pasaran. Keracunan pangan atau foodborne disease (penyakit bawaan makanan), terutama yang disebabkan oleh bakteri patogen masih menjadi masalah yang serius di berbagai negara termasuk Indonesia. Produk pertanian sebagai sumber pangan, baik pangan segar maupun olahan, harus selalu terjamin keamanannya agar masyarakat terhindar dari bahaya mengkonsumsi pangan yang tidak aman. Dengan menghasilkan produk pertanian atau bahan pangan yang aman dan bermutu maka citra Indonesia di lingkungan masyarakat internasional akan meningkat pula (Rahayu, 2005).
Menurut Undang-Undang No.7 tahun 1996, keamanan pangan didefinisikan sebagai suatu, dan membahayakan kesehatan manusia. Makanan yang kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan aman adalah yang tidak tercemar, tidak mengandung mikroorganisme atau bakteri dan bahan kimia berbahaya, telah diolah dengan tata cara yang benar sehingga sifat dan zat gizinya tidak rusak, serta tidak bertentangan dengan kesehatan manusia. Karena itu, kualitas makanan, baik secara bakteriologi, kimia, dan fisik, harus selalu diperhatikan (Made Astawan, 2010).
Mikroba patogen dapat ditemukan di mana saja, di tanah, air, udara, tanaman, binatang, bahan pangan, peralatan untuk pengolahan bahkan pada tubuh manusia. Mikroba patogen dapat terbawa sejak bahan pangan masih hidup di ladang, kolam, atau kandang ternak. Keberadaannya makin meningkat setelah bahan pangan mengalami kematian.
Bahan pangan mengandung gizi tinggi sehingga merupakan media yang baik untuk pertumbuhan dan perkembangan berbagai mikroba. Dengan karakteristik yang khas, produk ternak merupakan media yang disukai mikroba sebagai tempat tumbuh dan berkembang. Setelah dipotong, mikroba mulai merusak jaringan sehingga bahan pangan hewani cepat mengalami kerusakan bila tidak mendapat penanganan yang baik. Mikroba pada produk ternak terutama berasal dari saluran pencernaan.
Selain ada yang menguntungkan, keberadaan mikroba merugikan kerap terjadi sehingga sering menimbulkan gangguan pada manusia. Pangan asal ternak berisiko tinggi terhadap cemaran mikroba pembusuk atau patogen yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Campylobacter jejuni merupakan salah satu bakteri patogen yang mencemari ayam maupun karkasnya. Cemaran bakteri ini pada ayam tidak menyebabkan penyakit, tetapi mengakibatkan penyakit yang dikenal dengan nama campylobacteriosis pada manusia. Penyakit tersebut ditandai dengan diare yang hebat disertai demam, kurang nafsu makan, muntah, dan leukositosis, (Admin, 2010a).
Menurut Poloengan et al. (2005), 20−100% daging ayam yang dipasarkan di Jakarta, Bogor, Sukabumi, dan Tangerang tercemar bakteri C. jejuni. Oleh karena itu, berkembangnya industri jasa boga di Indonesia perlu mendapatkan perhatian, terutama dalam kaitannya dengan penyediaan pangan yang berasal dari unggas.
.


II. TINJAUAN PUSTAKA

A. SEJARAH

Gejala infeksi campylobacter diidentifikasi pada bayi tahun 1886 oleh Theodor Escherich. Infeksi ini diberi nama infantum kolera atau “summer complaint. Genus yang pertama kali ditemukan pada tahun 1963, namun organisme tersebut belum dapat diisolasi hingga tahun 1972. Beberapa Genom Campylobacter dipisahkan menjadi beberapa spesies berdasarkan mekanisme patogenesisnya. Genom Campylobacter pertama yang dipisahkan adalah C. jejuni, pada tahun 2000 (Admin. 2010e).


B. MORFOLOGI

Campylobacter jejuni, berasal dari kata “campy” yang artinya melengkung, bakteri gram negatif, mikroaerofil, batang termofilik yang tumbuh paling baik pada suhu 42 ° C (107 ° F) dan konsentrasi oksigen yang rendah. Ciri ini adaptasi untuk pertumbuhan di habitat normal - usus burung berdarah panas dan mamalia (CDC, 2007).


                                           Gambar 1.  Campylobacter jejuni - Gram negatif, batang melengkung


Dari 16 spesies dari genus Campylobacter teridentifikasi sampai saat ini, setidaknya delapan telah diidentifikasi berpotensi patogen terhadap pencernaan manusia diantaranya : C. jejuni, C. coli, C. lari, C. janin, C. upsaliensis, C. sputorum, C. concisus, dan C. curvus. (Speciation of Campylobacter coli, C. jejuni, C. helveticus, C. lari,C. sputorum, and C. upsaliensis (Robert e. Mandrell. 2005).

C. KLASIFIKASI

Kingdom :Bacteria
Phylum :Proteobacteria
Class :EpsilonProteobacteria
Order :Campylobacterales
Family :Campylobacteraceae
Genus :Campylobacter
Species : C. Jejuni

                 Gambar 2 :  Campylobacter Jejuni : bakteri gram negatif yang bersigat microaerophilic




             Gambar 3 :     Campylobacter Jejuni : bakteri gram negatif yang bersigat patogen



C. PATOGENESA

Rute penularan Campylobacter melalui fecal-oral, kontak seksual orang-ke-orang, susu mentah tidak dipasteurisasi dan konsumsi daging unggas, dan ditularkan melalui air (misalnya, melalui pasokan air yang tercemar). Paparan hewan peliharaan sakit, terutama anak anjing, juga dikaitkan dengan wabah Campylobacter. Dosis infeksius 1000-10,000 bakteri. infeksi Campylobacter telah terjadi setelah menelan 500 organisme oleh sukarelawan, namun dosis kurang dari 10.000 organisme bukanlah penyebab umum penyakit. Campylobacter spesies sensitif terhadap asam klorida dalam lambung, dan pengobatan antasida dapat mengurangi jumlah inokulum yang diperlukan untuk menyebabkan penyakit, (Admin,2010a).
Campylobacter memiliki dua gen flagellin bersamaan untuk motilitas, yaitu flaA dan flaB. Gen ini mengalami rekombinasi antargen, memberikan kontribusi bagi virulensinya, (Admin,2010b).



                                   Gambar 4.  Sumber dan hasil infeksi Campylobacter jejuni



                                              Gambar 5.  Permukaan Campylobacter jejuni  dan Strukturnya.




D. GEJALA KLINIS

Masa inkubasi untuk campylobacteriosis (waktu antara eksposur ke bakteri dan timbulnya gejala pertama) biasanya dua sampai lima hari, tetapi onset dapat terjadi dalam sedikitnya dua hari atau selama 10 hari setelah menelan bakteri. Penyakit ini biasanya berlangsung tidak lebih dari satu minggu, tetapi kasus yang parah dapat bertahan selama tiga minggu (Robert e. Mandrell. 2005).
Campylobacteriosis ditandai dengan diare yang hebat disertai demam, kurang nafsu makan, muntah, dan leukositosis. Sekitar 70% kasus campylobacteriosis pada manusia disebabkan oleh cemaran C. jejuni pada karkas ayam. Cemaran C. jejuni di Indonesia cukup tinggi. Menurut Poloengan et al. (2005), 20−100% daging ayam yang dipasarkan di Jakarta, Bogor, Sukabumi, dan Tangerang tercemar bakteri C. Jejuni.
Mayoritas kasus yang ringan tidak memerlukan rawat inap, namun infeksi Campylobacter jejuni dapat menjadi berat dan mengancam jiwa bila menyebabkan radang usus buntu atau radang pada organ tubuh lainnya. Diperkirakan bahwa sekitar satu dari 1.000 kasus Campylobacter menimbulkan kematian. Kematian umumnya terjadi jika disertai munculnya penyakit lain seperti kanker, penyakit hati, dan AIDS (Admin.2010c).
Untuk sejumlah kecil orang, infeksi Campylobacter dapat mengakibatkan masalah kesehatan jangka panjang, penyakit langka yang disebut Guillain-Barre Syndrome (GBS). Guillain-Barre Syndrome (GBS) merupakan penyakit autoimun, dimana sistem imun tubuh menyerang bagian dari sistem saraf tepi yaitu mielin (demielinasi) dan akson (degenerasi aksonal). Akson adalah tonjolan tunggal dan panjang yang menghantarkan informasi keluar dari badan sel. Mielin adalah selubung yang mengelilingi akson, merupakan suatu kompleks protein-lemak berwarna putih. GBS ditandai dengan polineuropati yang menyeluruh: paralisis ekstremitas, badan atas dan wajah; menghilangnya refleks tendon; berkurangnya fungsi sensoris (nyeri dan suhu) dari badan ke otak; disfungsi otonom dan depresi pernafasan. Gejalanya biasanya perlahan, mulai dari bawah ke atas (Admin. 2010b).
Produksi Cytotoxin telah dilaporkan pada pasien penderita strain Campylobacter dengan gejala diare berdarah. Dalam sejumlah kecil kasus, infeksi dikaitkan dengan sindrom hemolitik-uremik dan purpura thrombocytopenic trombotik melalui mekanisme kurang dipahami. cedera sel endotel, dimediasi oleh endotoksin atau kompleks imun, diikuti oleh koagulasi intravascular dan microangiopathy trombotik dalam glomerulus dan mukosa gastrointestinal (Mahmud H Javid, MD. 2010).
Campylobacter jejuni menghasilkan toxin yang disebut Cytolethal Distending Tokxin (CDT). Cytolethal Distending Tokxin merupakan racun yang dihasilkan oleh varietas bakteri patogen. Mekanisme citotosisitas CDT adalah unik, karena masuknya di dalam sel eukariyotik. CDT (cytolethal distending toksin) yang dapat menghalangi pembelahan sel dan menghambat aktifasi sistem imun tubuh. Ini membantu bakteri untuk dapat menghindar dari sistem kekebalan tubuh dan bertahan dalam jangka waktu terbatas di dalam sel. Organisme ini menyebabkan perdarahan, pembengkakan, dan enteritis eksudatif (Admin. 2010e).


E. DIAGNOSA

Mikroorganisme patogen pada bahan pangan tidak menyebabkan perubahan fisik, sehingga tidak mudah dikenali secara sensori, melainkan memerlukan pengujian laboratorium. Mikroorganisme patogen itu dapat menyebabkan infeksi pangan (food infection), toksiko-infeksi pangan (food toxico-infection), dan intoksikasi pangan (food intoxication). Diagnosis klinis infeksi Campylobacter enterik dilakukan dengan melihat organisme melalui pemeriksaan langsung dari tinja atau dengan isolasi organisme. Campylobacter organisme berkembang biak lebih lambat dari bakteri enterik lain. Media biakan yag digunakan adalah blood-based, media yang mengandung antibiotik seperti Skirrow, Butzler dan Campy-BAP.
Beberapa jenis media yang dapat digunakan untuk menumbuhkan C. Jejuni, termasuk Mueller-Hilton broth dan agar yang dapat mendukung pertumbuhan C. Jejuni. Atmosfer optibum untuk C. Jejuni tumbuh pada 85% N2, 10% CO2 dan 5% O2. Sebesar 75% pada feses pasien enteritis Campylobacter ditemukan leukosit dan erytrocit dengan pemeriksaan mikroskop cahaya langsung, dengan pewarnaan methyline atau pewarnaan gram (Robert e. Mandrell. 2005).
Sero diagnosis infeksi C. Jejuni dapat dimunculkan dengan menggunakan antigen rekombinan yang spesifik dengan teknik enzyme –linked immunoassay (ELISA). Real-time Polymerase Chain Reaction (PCR) dapat digunakan mendeteksi C. Jejuni secara cepat dan akurat pada feses.

                Biakan koloni Campylobacter jejuni pada media selektif untuk isolasi Campylobacter




F. PENCEGAHAN

Menurut Bill Marler (2010), langkah yang paling penting dan dapat diandalkan untuk mencegah infeksi Campylobacter adalah memasak semua produk unggas dengan benar.
1. Pastikan bahwa bagian paling tebal dari burung (pusat dada) mencapai 840C atau lebih tinggi. Disarankan bahwa suhu mencapai 690C setidaknya untuk bahan pengisi dan 740C untuk produk daging ayam giling, sedangkan untuk paha dan sayap dimasak hingga lemaknya keluar.
2. Pertimbangkan untuk menggunakan makanan iradiasi dalam dosis yang disetujui telah ditunjukkan untuk menghancurkan sedikitnya 99,9% dari patogen bawaan makanan yang umum termasuk Campylobacter, yang berhubungan dengan daging, unggas, dan kontaminasi sekunder produk segar.
3. Pastikan bahwa makanan lain seperti buah dan sayur tidak pernah kontak dengan pisau untuk memotong daging atau unggas atau peralatan yang digunakan selama pemotongan.
4. Jangan meninggalkan makanan di luar ruangan dengan kondisi terbuka selama lebih dari 2 jam.
5. Hindari produk susu mentah dan air tanah tanpa perlakuan (klorinasi atau dimasak)
6. Cuci buah dan sayuran dengan benar terutama jika dimakan mentah. Jika memungkinkan sayurn dan buah dikupas terlebih dahulu.
7. Cuci tangan dengan menggunakan sabun dan air, terutama pada ujung jari dan lipatan kuku dan dikeringkan dengan kertas sekali pakai setelah kontak dengan hewan peliharaan, terutama anak-anak anjing, atau hewan ternak.

PENGOBATAN

Penggantian cairan tubuh dengan peningkatan glucose-electrolyte solutions melalui oral merupakan cara terpenting pada terapi pasien yang terinfeksi Campylobacter. Spesies ini telah resisten terhadap beberapa antibiotik, khususnya florokuinolon dan makrolida, serta bersifat zoonotik (Bill Marler, 2010).
Organisme patogen ini semakin resisten terhadap antibiotik, terutama fluoroquinolones dan macrolides, yang merupakan antimikroba yang paling sering digunakan untuk pengobatan campylobakteriosis ketika terapi klinis diperlukan. Sebagai patogen zoonosis, Campylobacter telah reservoir hewan yang luas dan menginfeksi manusia melalui kontaminasi air, makanan atau susu. Penggunaan antibiotik pada peternakan hewan dan obat manusia, dapat mempengaruhi perkembangan resisten antibiotik Campylobacter (Daniel J. Wilson et al. 2009).




DAFTAR PUSTAKA


Admin. 2010a. Bahaya Biologis Pada Bahan Pangan http://www.smallcrab.com/ makanan-dan-gizi/652-bahaya-biologis-pada-bahan-pangan.

Admin. 2010b. GBS - Guillain Barre syndrome. http://jiib.wordpress.com/ 2010/04/12/gbs-guillain-barre-syndrome/

Admin.2010c. BBB - Campylobacter jejuni Bad Bug Book:Foodborne Pathogenic Microorganisms and Natural Toxins Handbook Campylobacter jejuni http://www. campylobacterblog. Com /campylobacter-information /campylobacter/

Admin.2010d. Campylobacter Infection. http://kidshealth.org/parent/general/sick/

Admin. 2010e. Campylobacter. http://en.wikipedia.org /wiki/Campylobacter #cite note-History-8,2

Ang CW et al. 2001. Guillain-Barre syndrome and Miller Fisher syndrome-associated Campylobacter jejuni lipopolysaccharides induce anti-GM1 and anti-GQ1b antibodies in rabbits. Infect Immun. Apr;69(4):2462-9.

Biljana Miljković-Selimović et al. 2010. Enteritis caused by Campylobacter jejuni followed by acute motor axonal neuropathy. Journal of Medical Case Reports 2010; 4:101. http://jmedicalcasereports.com/content/4/1/101

Bill Marler. 2010. Campylobacter. Campylobakter Blog by Marler Clark LLP.PS. http://www.about-campylobacter.com/campylobacter_outbreaks/view/ campylobacter-illnesses-linked-to-raw-goat-milk-in-colorado/

[CDC] Centers for Disease Control and Prevention. 2007. Campylobacter: Technical Fact Sheet. Retrieved October 29, 2007 from Centers for Disease Control and Prevention Web site: http://www.cdc.gov/ncidod/dbmd/ diseaseinfo/campylobacter_t.htm.

Daniel J. Wilson et al. 2009. Rapid Evolution and the Importance of Recombination to the Gastroenteric. Mol. Biol. Evol. 26(2):385–397.

Mahmud H Javid, MD. 2009. Campylobacter Infections. Industr Spotlight WebMd Professional.

Made Astawan. 2010.Bakteri Patogen Pada Makanan, Waspadalah. Departemen Teknologi Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor. Kompas. http://www.ikatanapotekerindonesia.net/berita-farmasi/22-berita-farmasi/1401-bakteri-patogen-pada-makanan-waspadalah.html.

Made Supartha Utama. 2007. Kecenderungan Global Penjaminan Mutu dan Keamanan pangan. Makalah disampaikan pada “Pertemuan Integrasi Sistem Mutu” diselenggarakan oleh Direktorat Budidaya Tanaman Buah, Direktorat Jenderal Hortikultura, Departemen Pertanian, di Denpasar 30-31 Juli 2007 .

Mahmud H Javid, MD. 2010.Campylobacter Infections: Differential Diagnoses & Workup. http://emedicine.medscape.com/article/213720-diagnosis

Noerdin. 2010. Waspadai Bakteri Patogen Pada Makanan. http://mxprx03.forumotion.com/berita-terkini-f8/waspadai-bakteri-patogen-pada-makanan-t543.htm#662

Poloengan, M., S.M. Noor, I. Komala, dan Andriani. 2005. Patogenosis Campylobacter terhadap hewan dan manusia. Prosiding Lokakarya Nasional Keamanan Pangan Produk Peternakan, Bogor, 14 September 2005. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. hlm. 82−90.

Rahayu, W.P. 2005. Jejaring Intelijen Pangan (JIP) dalam Sistem Keamanan Pangan Terpadu (SKPT). Prosiding Lokakarya Nasional Keamanan Pangan Produk Peternakan, Bogor, 14 September. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. hlm. 3−5.

Riza Zainuddin Ahmad. 2008. Cemaran kapang pada pakan dan Pengendaliannya. Jurnal Litbang Pertanian, 28(1), 2009.

Robert e. Mandrell. 2005. Speciation of campylobacter coli, c. Jejuni, c. Helveticus, c. Lari,c. Sputorum, and c. Upsaliensis by matrix-assisted laser Desorption ionization–time of flight. Applied and environmental microbiology. Aem..2005;71.10.6292–6307.http://www.campylobacterblog.com/ campylobacter - information / campylobacter/

Titiek F. Djaafar dan Siti Rahayu. 2007. Cemaran Mikroba Pada Produk Pertanian, Penyakit Yang Ditimbulkan Dan Pencegahannya. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta, Jalan Rajawali No. 28, Demangan Baru, Yogyakarta 55281. Jurnal Litbang Pertanian, 26(2), 200.

Vinni Mona Hansen. 2006. Characterization of Campylobacter phages including analysis of host range by selected Campylobacter Penner serotypes. BMC Microbiology 2007, 7:90 doi:10.1186/1471-2180-7-90. This article is available from: http://www.biomedcentral.com/1471-2180/7/90

Wendy Heywood, Brian Henderson and Sean P Nair. 2005. Cytolethal distending toxin: creating a gap in the cell cycle. J Med Microbiol 54 (2005), 207-216; DOI:10.1099/jmm.0.45694-0;http://jmm.sgmjournals.org/cgi/content/full/54/3/ 207

2 komentar:

  1. If you're trying hard to lose weight then you certainly need to jump on this totally brand new personalized keto meal plan diet.

    To create this keto diet, licenced nutritionists, fitness couches, and professional cooks have united to develop keto meal plans that are useful, suitable, economically-efficient, and delicious.

    From their grand opening in early 2019, 100's of clients have already completely transformed their figure and health with the benefits a smart keto meal plan diet can give.

    Speaking of benefits: clicking this link, you'll discover 8 scientifically-proven ones provided by the keto meal plan diet.

    BalasHapus